Kisah Perjalanan: Wajah Merahmu di Lawu (Epilog)

Bandung, 27 Oktober 2013

Epilog

Entah mengapa aku tak merasa puas saat berhasil mencapai puncak Lawu. Tak ada kepuasan yang sama seperti saat aku berhasil mencapai Puncak Semeru maupun Gede. Apalagi kepuasan first summit ku di Rinjani.

Rasa puas yang ada hanya seperti kepuasan saat bisa sunrise attack. Hanya seperti rasa puas saat bisa liat matahari terbit di Kawah Ratu Tangkuban Parahu atau pas di Bukit Moko kemarin. Aku tak merasakan kepuasan atas keberhasilanku mencapai puncak gunung.

Mungkinkah ini karena karakter Lawu. Di sekitar Tugu Puncak Lawu, bisa digunakan untuk mendirikan tenda. Puncak ini buatku tak terasa seperti puncak sebuah gunung. Tempat ini hanya terasa seperti pos pendakian kesekian, masak bisa nenda di situ.

Selain itu, summit attack Lawu rasanya terlalu mudah, hanya 1 jam jalan santai dari pos 5. Dulu di Semeru, butuh hampir tujuh jam untukku dapat menginjakkan kaki di Puncak Mahameru. Perjalanan tujuh jam yang begitu berat, dari Pos Kalimati hingga puncak yang hanya berjarak 2,5 Km. Saat ke Gede, summit attacknya mungkin malah hanya setengah jam. Tapi dari camp di Surya Kencana hingga ke puncak, jalurnya nanjak terus. Selain itu di puncaknya ada kawah. Lalu, tak ada tenda yang didirikan di Puncak Gede.

Namun, ada yang lebih unik tentang karakter Lawu. Sepanjang jalur summit attack, terdapat beberapa bangunan. Padahal di situ sudah begitu dekat dengan puncak. Ingatkah tentang warung yang hendak dikunjungi rombongan yang ada di depanku saat summit attack. Sebuah warung di ketinggian 3150 Mdpl. Luar biasa.

Tak hanya itu, ada beberapa bangunan lain juga. Bangunan-bangunan ini dikelola dan dijaga oleh warga. Ada pula sumber air yang dikeramatkan.

Berada di sana membuatku seperti sedang berada di sebuah desa yang terletak di ketinggian. Sebatas itu. Aku tak merasa sedang berada di suatu tempat yang hanya berjarak  700 meter dari puncak sebuah gunung setinggi 3265 Mdpl.

Namun inilah Lawu. Memang seperti itu Lawu. Mungkin ekspektasiku yang terlalu berlebihan. Jika memang sesulit yang kuekspektasikan, pastinya Lawu tak akan jadi Gunung yang favorit untuk dikunjungi.

Karena hidupku adalah petualangan

Lawu…
Salamku untukmu. Semoga aku bisa berjumpa denganmu, lagi.


Sebuah kisah perjalanan dari All Chussna
oleh san

Tinggalkan komentar